PosKalbar.com – 12 Kepala Desa (Kades) di tiga kecamatan Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat. Serta ribuan warganya menolak adanya Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) untuk BGA Group berbentuk horizontal versi Badan Pertanahan Nasional (BPN) di wilayah mereka.
“Sebab, peta SHGU berbentuk vertikal yang dulu dikuasai PT Benua Indah Group yang dilelang Negara. Kemudian dimenangkan oleh PT ISL (Inti Sawit Lestari) anak perusahaan BGA (Bumitama Gunajaya Agro) Grup yang seharusnya berlaku,” ungkap Toro Kades Pengatapan Raya Kecamatan Tumbang Titi mewakili 11 Kades lainnya, Jumat (10/6).
12 Kades beserta ribuan warganya yang menolak itu yakni Desa Semayok Baru dan Usaha Baru Kecamatan Pemahan. Desa Pengatapan Raya, Senkeharak, Kalimas Baru dan Lalang Panjang Kecamatan Tumbang Titi. Serta Desa Piansak, Karya Mukti, Mekar Jaya, Sungai Melayu Baru, Sungai Melayu Jaya dan Jairan Jaya Kecamatan Sungai Melayu Rayak.
Toro menegaskan, mereka tetap menolak bahkan melawan jika Peta SHGU berbentuk horizontal versi BPN tetap diberlakukan untuk lahan perkebunan BGA Grup. Lantaran banyak rumah dan tanah serta lahan kebun masyarakat sudah punya sertifikat hak milik (SHM) masuk dalam SHGU berbentuk horizontal tersebut.
Bahkan menurutnya, banyak fasilitas umum seperti sekolah, rumah ibadah, pemakaman hingga jalan umum juga masuk jika sesuai peta itu. Sedangkan sesuai peta vertikal tak ada hak milik masyarkat dan fasilitas umum masuk dalam SHGU atau dalam penguasaan perusahaan.
“Jadi kami minta kepastian penyelesaiannya bahwa peta SHGU horizontal versi BPN tidak berlaku. Kami menagih janji BPN melalui Kepala Kantor Pertanahan Ketapang, Banu Subekti. Saat kami unjuk rasa pada 28 Maret lalu, pak Banu itu janji akan segera menyelesaikan permasalahan ini,” ujarnya.
“Bahkan setelah kami unjuk rasa, beberapa hari kemudian tim ATR/BPN, turun ke lapangan ngecek langsung. Namun sampai hari ini sudah lebih dari 200 hari tidak ada jawaban yang jelas tentang permasalahan ini,” lanjut Toro.
Pihaknya meminta persoalan ini secepatnya diselesaikan karena khawatir terjadi hal tak diinginkan. “Jangan sampai terjadi keributan besar karena persoalan ini tak selesai-selesai. Contoh sudah ada, terjadi pertumpahan darah di PT Eagle High Planatation atau Arttu di Desa Segar Wangi, juga di Kecamatan Tumbang Titi, tempat kami,” ungkapnya.
“Warga ditembak anggota, bermula panen sawit di lahan yang diakui warga memiliki SHM dan perusahaan mengaku masuk dalam SHGU. Jadi kami minta persoalan ini segera diselesaikan,” sambungnya.
Toro memastikan jika terjadi kisruh akibat BPN memaksakan kehendak memberlakukan peta SHGU berbentuk horizontal untuk BGA. Maka akan terjadi keributan dan pertumpahan darah besar. Sebab persoalan ini melibatkan ribuan warga yang sudah semakin resah, kompak dan siap turun membela haknya besama-sama.
Saat dikonfirmasi, Kepala Kantor (Kakan) Pertanahan Ketapang, Banu Subekti melalui Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Ferdiansyah belum bisa memberikan kepastian jawaban penyelesaian persoalan yang dituntut 12 desa tersebut. Menurutnya memang tim dari Kementerian sudah turun ke lapangan di Ketapang.
Namun hingga saat ini belum ada kepastian hasilnya apa yang diterima oleh Kantor Pertanahan Ketapang. “Kalau kita sudah mengirim surat ke Kanwil yang kemudian diforward atau dikirim lagi ke Pusat,” ungkap Ferdiansyah.
Menurutnya, berdasarkan Info yang ada bahwa drafnya sudah ada. Bahkan juga sudah ditandatangani para anggota sesuai surat keputusan (SK) pelaksana dari Kementerian. Namun ia tidak tahu kendala apa hingga saat ini draf hasil tersebut belum keluar dan diterima pihaknya.
“Kendala kami tidak tau karena semua keputusan di Kementerian. Jadi sebenarnya kami hanya menunggu saja hasil draf jawaban dari Kementerian bagaimana,” ujar Ferdiansyah. (Andi)