PosKalbar.com – Ribuan masyarakat tak pernah menerima bahkan akan melawan jika Peta Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) berbentuk horizontal versi Badan Pertanahan Nasional (BPN) tetap diberlakukan untuk Bumitama Gunajaya Agro (BGA) Grup sebagai pemenang lelang eks PT Benua Indah Grup (BIG). Ini ditegaskan Kepala Desa (Kades) Pengatapan Raya Kecamatan Tumbang Titi Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat, TORO.
Ia menjelaskan lantaran hak milik, harta benda seperti rumah dan kebun pribadi masyarakat akan dirampas menjadi milik BGA Grup. Misalnya di Desa Karya Mukti, jika berdasarkan peta horizontal itu maka tanah bersertifikat. Serta sekolahan, rumah ibadah hingga rumah-rumah warga hampir semua habis masuk dalam SHGU BGA Grup berbentuk horizontal tersebut.
Sebab itu jika memang hak masyarakat tetap dirampas sesuai peta SHGU BGA Grup berbentuk horizontal tersebut. Maka akan terjadi keributan besar bahkan pertumpahan darah. “Saya pikir keributan besar hingga pertumpahan darah bisa saja terjadi karena semua yang mereka miliki dirampas paksa begitu saja,” ujar TORO.
Diceritakannya, ia sebelum menjadi Kades pada 2016 memang sudah mewakili masyarakat mengurusi persoalan dengan PT Benua Indah Grup (BIG). Saat itu akses jalan rusak parah dan semua perekonomian masyarakat lumpuh. Lantaran PT BIG tidak beroperasi lagi karena tersandung masalah dan mau dijual atau dilelang oleh Bank Mandiri karena mempunyai hutang tak terbayar.
“Kami sering ikut menawarkan kepada investor agar membeli PT BIG itu, tapi semua mundur. Akhirnya kami bertemu Pak Kamsen Saragih orang PT BGA Grup dan berbincang-bincang agar mau membeli bekas PT BIG,” ungkapnya.
Menurutnya, BGA Grup semula agak berat membelinya karena nilai harga lelang cukup besar. Kemudian ditambah kondisi perkebunan sudah banyak hancur dan banyak masalah sosial. Tapi setelah tahu sengsaranya masyarakat karena PT BIG bermasalah dan tak beroperasi, BGA Grup akhirnya mau membelinya.
“Mereka BGA Grup membawa misi kemanusiaan akhirnya mau membeli. Semua tahu, saat itu kondisi masyarakat sangat-sangat susah. Bahkan daerah kami sudah seperti kampung mati tidak ada perputaran uang, perekonomian lumpuh,” kenangnya.
Ia mengaku ketika BGA Grup mengikuti lelang di Pengadilan Negeri Ketapang juga mengikuti prosesnya bersama perwakilan masyarakat lain.
“Saat proses lelang saya dan beberapa perwakilan masyarakat juga ikut mengawal survey ke lapangan bersama BPN dan instansi terkait.
“Kita bersama-sama mengecek wilayah SHGU PT BIG yang diagunkan ke Bank Mandiri sesuai peta yang dikatakan berbentuk vertikal. Hasilnya tidak ada masalah hingga BGA Grup menang lelang,” tuturnya.
Toro mengungkapkan, setelah itu BGA Grup cepat melakukan pembangunan sehingga perekonomian masyarakat yang sudah lumpuh hidup kembali. Akses jalan-jalan yang dulu hancur menjadi bagus seperti sekarang ini.
“Dulu, anak-anak sekolah di Kota Kecamatan saja sampai harus ngekos atau tinggal tempat orang. Tapi setelah BGA Grup masuk kami senang sekali, jalan-jalan bagus dan perekonomian meningkat kembali,” jelasnya.
Namun ketika ada program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Kantor Pertanahan Ketapang di daerahnya. Ia dan masyarakat terkejut karena banyak yang hendak membuat sertifikat hak milik (SHM) melalui program itu, tidak bisa. Lantaran dikatakan tanah masyarakat masuk dalam SHGU BGA Grup berbentuk horizontal versi BPN tersebut.
“Pada hal wilayah dalam peta berbentuk horizontal itu tidak sesuai dengan hasil pengecekan dan pengukuran saat lelang. Jadi rumah dan tanah kami, rumah sekolah, tempat ibadah dan lainnya banyak dikatakan masuk dalam HGU BGA Grup,” paparnya.
Ia menegaskan pihaknya tidak akan tinggal diam terhadap persoalan ini. “Karena SHGU tersebut harusnya sesuai posisi saat pengecekan bersama ketika proses lelang. Kami tidak perduli, apakah perusahaan, BPN atau instansi mana. Jika hak kami tetap dirampas maka harus ada yang bertanggungjawab,” harapnya.
“Kami tidak akan terima jika HGU BGA Grup itu yang dikatakan beralih dari vertikal menjadi horizontal dan merampas hak kami. Makam Tantemak juga sekarang dikatakan masuk dalam HGU perusahaan. Kami heran kenapa setelah lelang selesai HGU BGA Grup itu masuk hingga ke rumah dan tanah kami bahkan ada yang sudah bersertifikat,” sambung TORO.
Ia mengaku bersama Kades lain dan tokoh-tokoh masyarakat di 12 desa sudah koordinasi. Bahkan sudah berkoordinasi ke Kantor Pertanahan Ketapang pada Agustus 2021. “Jawabannya akan berkoodinasi ke BPN Pusat karena bukan kewenangan mereka,” ungkapnya.
Pihaknya juga sudah mengirim surat ke Bappeda pada November 2022 untuk memfasilitasi untuk pertemuan dengan pihak terkait termasuk BPN. Meski surat itu ditanda tangani dan dicap secara resmi oleh 12 Kades tapi sampai sekarang belum pernah dibalas. Kemudian beberapa waktu lalu juga sudah mengirim surat ke DPRD Ketapang untuk beraudensi.
“Jadi kita masih mencoba mencari solusi agar hak milik kami tidak dirampas. Kalau tidak diselesaikan juga maka kita serahkan kepada masyarakat untuk menyelesaikan masing-masing. Saya tegaskan jika persoalan ini tak diselesaikan pasti akan menjadi masalah besar. Masyarakat pasti bergerak mempertahankan haknya,” ucapnya.