Pontianak, Kalimantan Barat – intensnews.co.id | Konflik agraria di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, antara masyarakat Desa Teluk Bayur dan Desa Suka Karya dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Prakarsa Tani Sejati (PTS) semakin mencuat ke permukaan. Kasus ini mendapat perhatian serius setelah muncul dugaan kerugian negara akibat pengelolaan lahan tanpa dasar hukum yang sah.
Dugaan Penyalahgunaan Lahan oleh PT PTS
Warga dari dua desa tersebut menuding PT PTS melakukan ekspansi perkebunan sawit di luar wilayah izin dan tanpa Hak Guna Usaha (HGU) yang sah. Selain itu, perusahaan juga diduga tidak memiliki perjanjian kemitraan yang valid dan transparan dengan masyarakat.
Dalam dokumen perjanjian kerjasama antara koperasi dan perusahaan, ditemukan dugaan pemalsuan nama desa. Nama “Desa Kubing” tercantum dalam dokumen, padahal wilayah resmi yang ada adalah Desa Sempurna. Hal ini memperkuat dugaan bahwa penguasaan lahan oleh PT PTS dilakukan secara ilegal.
DPR RI Soroti Dugaan Korupsi dan Kerugian Negara
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Gerindra, Bob Hasan, menyatakan bahwa kasus ini bukan hanya konflik agraria biasa. Jika terbukti adanya pemalsuan dan pengelolaan tanpa izin, maka potensi tindak pidana korupsi sangat besar.
“Jika benar terjadi pemalsuan dan pengelolaan lahan tanpa izin, maka ini bukan sekadar konflik agraria, tapi potensi korupsi yang merugikan negara,” ujar Bob Hasan saat kunjungan kerja ke Mapolda Kalbar, Sabtu (26/07/2025).
Ia mendorong agar kasus ini dibawa ke tingkat nasional dan diusut oleh lembaga penegak hukum mengingat besarnya kerugian dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat luas.
Aspirasi Warga dan Dukungan Organisasi Advokasi
Dalam pertemuan dengan Wakapolda Kalbar, Brigjen Pol. Roma Hutajulu, perwakilan masyarakat dua desa menjelaskan kronologis pelanggaran yang dilakukan perusahaan. Mereka menuntut keadilan dan tindakan tegas dari aparat penegak hukum.
Muhammad Jimi Rizaldi, Sekretaris DPD Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN) Kalbar, menyatakan bahwa kehadiran PT PTS di lahan masyarakat tanpa HGU dan perjanjian yang sah merupakan bentuk perampasan hak rakyat.
“Ini bukan hanya konflik agraria, tetapi juga soal integritas kebijakan negara terhadap rakyatnya,” tegas Jimi.
Sementara itu, Binsar Toa Ritonga, Ketua DPD ARUN Kalbar, menyatakan bahwa kerugian negara bukan hanya soal potensi pajak yang hilang, tetapi juga kepercayaan rakyat yang terkikis terhadap perlindungan hukum atas tanah mereka.
“Ini harus segera diusut oleh aparat penegak hukum dan instansi terkait,” ujar Binsar dengan tegas.
Harapan Warga Terhadap Penyelesaian Konflik
Tokoh-tokoh masyarakat dari Desa Teluk Bayur dan Desa Suka Karya berharap pemerintah segera turun tangan menyelesaikan kasus ini. Mereka menuntut keadilan dan perlindungan hukum atas hak tanah yang telah mereka kelola secara turun-temurun. Dika