PosKalbar.com – Beberapa petani sawit di Kabupaten Kayong Utara (KKU) mengapresiasi dan berterimakasih kepada Presiden Republik Indonesia (RI), Ir H Joko Widodo (Jokowi). Lantaran telah mencabut larangan ekspor produk minyak sawit termasuk minyak goreng dan Crude Palm Oil (CPO) mulai berlaku Senin, 23 Mei mendatang.
Satu di antara petani sawit KKU yang berterimakasih yakni Agus Wahyudi dari Desa Telaga Arum Kecamatan Seponti. “Saya petani sawit di KKU Provinsi Kalimantan Barat mengucapkan banyak terimakasih Pak Presiden yang telah mengizinkan kembali ekspor CPO,” ucap Agus di KKU, Sabtu (21/5).
Ia berharap setelah diperbolehkan lagi ekspor CPO bisa berdampak baik bagi petani. Khususnya terhadap harga tandan buah segar (TBS) yang sempat turun drastis bisa naik seperti semula sebelum ada larangan itu.
“Jadi kita sangat bersyukur telah dicabutnya larangan ekspor CPO. Semoga harga TBS sawit kita bisa membaik, harganya naik seperti semula,” harap Agus.
Sementara itu, berdasarkan rilis yang didapat PosKalbar.com, beberapa organisasi petani sawit juga mengapresiasi keputusan Presiden ini. Di antaranya oleh Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Pusat, Alpian Arahman.
Menurutnya kebijakan Presiden ini tentunya berimbas pada keberlanjutan nasib 17 juta pekerja sawit di Indonesia. Lantaran kebijakan ini tentunya turut menormalkan tata niaga sawit termasuk harga TBS petani sawit di seluruh Indonesia.
Ia menjelaskan, sebab larangan ekspor CPO itu menyebabkan beberapa masalah. Misalnya pada sisi harga turun drastis di bawah rata-rata 2 ribu rupiah perkilogram. “Serta terjadi pembatasan pembelian TBS oleh beberapa perusahaan sehingga menjadi keluhan petani sawit,” jelas Alpian.
Selanjutnya, Ketua Umum Perkumpulan Forum Petani Kelapa Sawit Jaya Indonesia (Popsi), Pahala Sibuea juga mendukung sikap Presiden ini. Termasuk keinginan Presiden melakukan pembenahan prosedur dan regulasi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Ia menilai lantaran BPDPKS menjadi salah satu kunci untuk perbaikan pada tata kelola sawit di Indonesia. “Misalnya BPDPKS harus fokus mendukung kelembagan-kelembagan petani sawit di seluruh Indonesia untuk kedepannya,” tuturnya.
Pahala memaparkan, selama ini BPDPKS banyak dimanfaatkan untuk kepentingan konglomerat biodiesel. Menurutnya, hal itu, bisa dilihat dari dana BPDPKS sebesar Rp 137,283 Triliun yang di pungut sejak 2015 sampai 2021.
“Dana itu mayoritas sekira 80,16 persen hanya untuk subsidi biodiesel yang dimiliki konglomerat sawit. Sementara petani sawit hanya sebesar 4,8 persen melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR),” ujar Pahala.
Ketua Umum Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi), H Narno juga mengapresiasi kebijakan Presiden ini. Ia berharap setelah pencabutan ekspor CPO, maka selanjutnya tata kelola sawit yang harus diperhatikan oleh Pemerintah.
“Misalnya harus adanya dukungan kepada kelembagaan petani sawit untuk memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit. Bahkan hingga menjadi minyak goreng dengan memanfaatkan keberadaan dana sawit yang di kelola oleh BPDPKS,” saran Narno. (Andi)