poskalbar.com – Ketapang, Kalimantan Barat -Sosok Albinius Rajan, yang dikenal luas dengan gelar adat Panglima Macan Putih, menjadi salah satu figur penting dalam perjuangan masyarakat Desa Pelanjau Jaya, Kecamatan Marau, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, dalam menghadapi konflik agraria dengan pihak perusahaan PT Budidaya Agro Lestari (PT BAL), anak perusahaan dari Minamas Group.
Gelar Panglima Macan Putih yang disandang Albinius Rajan bukanlah gelar sembarangan. Gelar tersebut merupakan gelar adat resmi yang telah melalui prosesi pelantikan secara adat di Keramat Nek Kancat, Kecamatan Senakin, sebagai bentuk pengakuan atas peran dan tanggung jawabnya dalam menjaga nilai-nilai adat serta membela hak masyarakat.
Kini di usia 50 tahun, Albinius Rajan berasal dari Kecamatan Kembayan, Kabupaten Sanggau, wilayah lintas Malindo yang berada dekat dengan perbatasan Malaysia. Sejak Juli 2024, beliau secara sukarela meninggalkan keluarga dan kampung halamannya untuk mendampingi masyarakat Desa Pelanjau Jaya, yang tengah menghadapi konflik berkepanjangan terkait lahan dengan PT BAL.
Selama hampir satu tahun penuh, Panglima Macan Putih Albinius Rajan berada di tengah-tengah masyarakat, menyatu dengan penderitaan warga, serta ikut merasakan langsung tekanan dan gejolak konflik agraria yang terjadi. Perjuangannya tidak hanya menguras tenaga dan waktu, tetapi juga mempertaruhkan jiwa dan raga, mengingat konflik agraria kerap sarat dengan intimidasi, tekanan psikologis, bahkan potensi kekerasan.
“Ini bukan perjuangan pribadi. Ini perjuangan masyarakat yang haknya harus diperjuangkan,” ungkap Albinius Rajan dalam keterangannya.
Ia menegaskan bahwa keberadaannya di Pelanjau Jaya murni atas dasar panggilan nurani, sebagai anak adat yang merasa terpanggil untuk berdiri bersama rakyat kecil yang tengah mencari keadilan atas tanahnya.
Lebih lanjut, Albinius Rajan menyampaikan harapan besarnya kepada para tokoh adat dan panglima-panglima adat lainnya di Kalimantan Barat.
“Saya hanya berharap kepada panglima-panglima adat yang lain agar bisa berjuang seadil-adilnya untuk masyarakat. Masyarakat sangat membutuhkan dukungan dan keberpihakan dari para tokoh adat, baik Dayak maupun Melayu, yang besar dan tumbuh di tanah Kalimantan Barat ini,” ujarnya.
Menurutnya, konflik agraria bukan sekadar persoalan hukum atau administrasi, tetapi juga menyangkut martabat, identitas, dan kelangsungan hidup masyarakat adat dan lokal. Oleh karena itu, peran tokoh adat sangat penting sebagai penyeimbang, penjaga nilai keadilan, serta jembatan antara masyarakat, perusahaan, dan negara.
Perjuangan Panglima Macan Putih Albinius Rajan menjadi gambaran nyata bahwa konflik agraria di Kalimantan Barat masih membutuhkan perhatian serius dari semua pihak, khususnya pemerintah dan pemangku kepentingan, agar penyelesaian dapat dilakukan secara adil, bermartabat, dan berkeadilan sosial, tanpa mengorbankan rakyat kecil.















